Dalam Hukum Acara Pidana sering terjadi kesalahpahaman akan arti dari pemanggilan. Berikut uraiannya:
Bentuk pemanggilan dan syarat sahnya panggilan
a. Panggilan berbentuk “surat panggilan” dan harus memuat:
– Alasan pemanggilan (apakah sbg tersangka, saksi, atau ahli)
– Surat panggilan ditandangani penyidik. (psl 112/1 KUHAP)
b. Pemanggilan harus memperhatikan tenggang waktu yang wajar dan layak yaitu:
– Antara tanggal hari diterimanya surat panggilan, dengan hari tanggal orang yang dipanggil diharuskan memenuhi panggilan, hrs ada tenggang waktu yg layak.
– Atau surat panggilan harus disampaikan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelum tanggal hadir yang ditentukan dlm surat panggilan (psl 152/2 dan 227/1)
Tata cara pemanggilan:
a. Jika alamat jelas maka langsung ke tempat tinggal
b. Atau disampaikan ke tempat kediaman akhir.
c. Petugas harus bertemu langsung, tidak boleh perantaraan.
d. Petugas membuat catatan bahwa panggilan telah disampaikan.
e. Kemudian dibubuhi tandatangan bersama. Jika tidak menandatangani, petugas mencatat alasan kenapa orang yang dipanggil tidak membubuhkan tanda tangan (psl 227/2)
Memenuhi panggilan adalah kewajiban hukum (legal obligation)
Apabila yang dipanggil tidak menaati panggilan:
a. Jika panggilan pertama tidak maka ada panggilan kedua
b. Jika panggilan kedua juga tidak, penyidik dapat memerintah petugas membawa kehadapan pejabat yang memanggil. (psl 112/2)
pak, pasal 227/2 mengatur 3 hari itu tentang panggilan “terdakwa”. apabila masih dalam tingkat penyidikan maka namanya tersangka. ini bunyinya
“Semua jenis pemberitahuan atau panggilan oleh pihak yang berwenang dalam semua tingkat pemeriksaan terdakwa, saksi atau ahli disampaikan …… mereka terakhir ”
“..dalam semua tingkat pemeriksaan terdakwa…”
berarti ini mengatur tentang panggilan di persidangan, bukan di penyidikan polri…
kira kira begitu?
Pasal 227 mengatur panggilan pada semua tingkat pemeriksaan baik pada terdakwa, saksi atau ahli. Jadi bisa dalam semua tingkat penyidikan.