Pemerintah dalam waktu dekat ini berencana mengeluarkan Inpres tentang Pemberdayaan Instansi Terkait dalam Sistem Penanganan Laporan Korupsi yang merupakan pergantian nama dari Perpres sebelumnya tentang Perlindungan Pejabat Publik. Alasan yang dikemukakan Pemerintah adalah untuk memisahkan antara tindakan administratif yang diberlakukan bagi internal PNS pejabat publik dan tindak pidana.
Mekanisme penerimaan laporan yang diterima oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) ini harus memenuhi persyaratan yang diantaranya adalah laporan itu harus diklarifikasi oleh APIP dengan melakukan koordinasi dengan Forum Komunikasi. Jika sudah menemukan bukti awal maka hasilnya akan diserahkan kepada Kepala Daerah ataupun Kepala Negara tergantung di tingkat mana dilakukan tindakan korupsi. Setelah itu barulah akan diambil tindakan secara admimistrasi berupa tuntutan ganti rugi (TGP) atau diberikan kepada aparat penegak hukum.
Disini dapat kita lihat bahwa proses birokrasi dengan menyerahkan kepada Kepala Daerah bersangkutan akan menimbulkan suasana KKN yang sangat kental, alasan politis merupakan alasan yang sulit dijamah dalam penyelidikan korupsi di tubuh pemerintahan.
Penyelidikan seharusnya berjalan bersama dengan aparat penegak hukum, jika nantinya sudah ada keputusan barulah akan ada TGR kepada tersangkanya. APIP sebaiknya berjalan bersama BPKP yang sudah solid selama ini. Bukannya menambah panjang daftar birokrasi dan menambah ruwet penanganan korupsi di tubuh pemerintahan.
Pemerintah seharusnya lebih bijaksana membuat sistem baru dalam pemberantasan korupsi yang semakin ruwet dalam tubuh pemerintahan kita, hal perlu dioptimalkan adalah kinerja dari BPKP yang seharusnya dapat bekerja lebih maksimal dalam menangani penyimpangan di tubuh instansi pemerintah.